Sunday, March 6, 2011

Mencari topik : Ekonomi terpimpin,, Ekonomi Pasar,, Ekonomi Sosialis,, Ekonomi Pancasila..

Nama : Rotua LiLis
NPM : 26210257
Kelas : 1EB04
Tugas : Tugas 1 Perekonomian Indonesia


Mencari topik :

  1.  Ekonomi terpimpin
  2.  Ekonomi Pasar
  3. Ekonomi Sosialis
  4. Ekonomi Pancasila

1. Ekonomi Terpimpin





Kamis, 09 Juli 2009



Sejarah Singkat Bung Hatta Sebagai Pemrakarsa Ekonomi Terpimpin.

Ekonomi terpimpin, kata itu bagi sejarahwan mungkin sudah tidak asing lagi. Pendirinya adalah Mohammad Hatta yang akrab disapa dengan sapaan Bung Hatta. Selain dikenal sebagai proklamator dan pendiri bangsa, beliau juga dikenal sebagai bapak koperasi Indonesia dan bapak ekonomi Indonesia. Selama beliau hidup, beliau banyak mengabdikan waktunya untuk membaca buku. Sejarah telah mencatat bahwa beliau telah mempunyai koleksi lebih dari 10.000 buku yang berbahasa Jerman, Inggris, Perancis dan tentunya Indonesia.



Bung Hatta telah memulai untuk mengoleksi buku sejak beliau masuk sekolah dagang menengah Prins Hendrik School (PHS) di Jakarta pada tahun 1919. Seperti tertulis di dalam buku memoarnya yang diterbitkan ulang tahun 2002, Bung Hatta telah mulai mengoleksi buku sejak ia masuk sekolah dagang menengah Prins Hendrik School (PHS) di Betawi tahun 1919. Ketika itu ia diajak pamannya, Mak Etek Ayub, singgah di sebuah toko buku antiquariat di daerah Harmoni. Mak Etek Ayub menunjukkan kepada Hatta beberapa buku yang dianggapnya penting untuk dibaca. Buku-buku tersebut adalah Staathuishoudkunde (Ekonomi Negara) dua jilid karya NG Pierson, De Socialisten (Kaum Sosialis) enam jilid yang ditulis HP Quack, serta karya Bellamy berjudul Het Jaar 2000 (Tahun 2000).
Ternyata, persoalan yang paling diminati oleh Bung Hatta ialah persoalan seputar tentang ekonomi, sehingga beliau berhasil membuahkan sebuah pemikiran ekonomi di Indonesia seperti ekonomi terpimpin. Sayangnya, di saat ini jarang sekali orang yang tertarik untuk menggali kembali pemikiran-pemikiran Bung Hatta khususnya di bidang ekonomi. Pemikiran Bung Hatta dianggap telah kehilangan relevansinya.
Pengertian Ekonomi Terpimpin.
Ekonomi terpimpin secara istilah yang disebutkan Bung Hatta yaitu merupakan konsekuensi dan nasionalisme yang timbul sebagai bentuk dari perlawanan menentang kolonialisme dan imperialisme.
Prinsip ekonomi terpimpin sejalan dengan sila ke-5 pancasila yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dikarenakan adanya pemerataan pembagian kesejahteraan di semua lapisan masyarakat dan mereka dapat merasakannya.
Ekonomi terpimpin serupa dengan ekonomi sosialis. Menurut Bung Hatta ekonomi terpimpin merupakan rival dari sistem ekonomi liberal. Dimana segala sesuatunya ditentukan oleh pihak pasar, sedangkan pemerintah tidak boleh campur tangan dalam hal tersebut. Atau juga ikut andil dalam mengatur keadaan pasar sehingga peraturan tersebut tidak memberikan gerak bebas bagi pasar.
Ekonomi Liberal dan Dampak Yang Terjadi Bagi Masyarakat.
Jika kita lihat lagi dampak yang ditimbulkan dari adanya ekonomi liberal, dengan demikian maka ketimpangan ekonomi, kesemena-menaan dan kesenjangan sosial akan terjadi. Karena yang kaya akan semakin menjadi kaya sedangkan yang miskin akan semakin menjadi miskin karena tidak adanya pemerataan ekonomi di seluruh lapisan masyarakat. Fakta lapangan telah mengatakan bahwa peran liberal hanya dimiliki oleh sekelumit orang saja yang mampu bertahan dalam keadaan tersebut yaitu pemilik modal, singkat kata merekalah pemilik modal, yang memonopoli pasar.
Demikian juga, kebijakan ekonomi Indonesia yang sedikit menganut ekonomi liberal dan tidak tegas yang hanya menguntungkan daerah kaya atau maju tetapi juga mengutungkan orang kaya. Misalnya saja terutama di masa Orde Baru kita melihat bagaimana konglomerat kalau meminjam uang dalam jumlah besar di bank tidak diwajibkan memiliki jaminan atau agunan, sementara pedagang kecil kalau pinjam uang di bank harus memenuhi macam-macam agunan dan kewajiban yang sulit dipenuhi.
Coba kalau kita berkaca kepada sebagian negara yang menggunakan asas ekonomi liberal seperti Amerika Serikat, maka ketidakmerataan pendapatan dalam penduduknya akan dapat sering anda lihat, sekalipun Amerika Serikat tergolong negara yang maju. Para pemilik modal dan jutawan tenar layaknya Donald Trump dan Bill Gates, keduanya akan mampu bertahan dan bahkan terus menguasai, mendominasi dan memonopoli pasar. Sedangkan masyarakat kalangan bawah dan menengah dipastikan akan menjadi korbannya.
Contoh bukti praktek ekonomi liberal di negara kita yang gamblang dapat kita lihat yaitu pada proyek minyak blok Cepu yang pada akhirnya infestor asing (Exxon Mobile) berhasil mengungguli Pertamina selaku perusahaan negara. Belum lagi Freeport di Papua yang dikuasai Infestor asing dari Amerika. Akibatnya eksploitasi tersebut hanya menguntungkan pihak infestor saja, sedangkan mereka tidak memperdulikan Indonesia selaku pemilik bahan bakunya.
Hal ini terjadi karena kurangnya adanya ketegasan dari pihak Indonesianya sendiri. Pemerintah takut akan resiko yang akan dihadapinya jika melaksanakan kebijakan yang dirasa akan merugikan pihak asing.
Dengan demikian jika kita lihat dari contoh di atas maka keadilan sosial tidak akan tercapai dan jauh dari prinsip nasionalisme yang menjunjung tinggi asas keadilan sosial untuk masyarakatnya.
Lain halnya dengan ekonomi terpimpin yang condong mengadopsi pemikirannya dengan pemikiran ekonomi sosialis. Ekonomi terpimpin mempunyai sistem bahwa pemerintah harus turut aktif dalam kegiatan ekonomi.
Keunggulan Ekonomi Terpimpin.
Dalam konteks ini, kita bisa mengingat apa yang pernah ditulis Hatta pada saat dia masih berusia 26 tahun dan masih berstatus sebagai mahasiswa (ditulis Maret 1928). Begini ia menulis waktu itu: “Pemerintah harus banyak campur tangan dalam pelaksanaan Ekonomi Terpimpin dengan mengadakan petunjuk, tetapi harus bebas dari perbuatan birokrasi. Dalam pelaksanaan ekonomi yang berpedoman kepada prinsip murah, lancar, dan cepat, tidak ada yang lebih berbahaya dari pada birokrasi."
Dan juga pemerintah selayaknya turut pula memberikan aturan-aturannya. Supaya terciptanya pemerataan ekonomi di semua kalangan masyarakat, sehingga yang kaya tidak semakin kaya sedangkan yang miskin tidak semakin miskin.
Coba kita kembali lagi berkaca kepada salah satu negara yang menggunakan sistem ekonomi sosialis seperti Republik Rakyat Cina. Maka kita akan melihat keadaan pendapatan masyarakatnya yang merata, sehingga tidak akan anda menjumpai permasalahan ketimpangan-ketimpangan ekonomi di negara ini, sekalipun negara ini negara yang mempunyai penduduk terbanyak di dunia.
Bahkan buktinya, kini negara Republik Rakyat Cina mampu menjadi negara urutan ketiga yang pertumbuhan ekonominya melesat pesat setelah urutan pertama diduduki oleh Uni Eropa dan posisi urutan kedua diduduki oleh India.
Dari contoh di atas, dengan itu keadilan sosial untuk rakyat niscaya akan tercapai, keadaan ekonomi akan bertambah baik dan kemajuan untuk negara akan diraih. Seperti yang sering digembar-gemborkan oleh Pancasila dalam silanya yang ke-5 yaitu “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” yang akan mengantarkan negara untuk memenuhi keadilannya dalam membagi kemakmuran dan kesejahteraan bagi rakyatnya. Dengan ini maka cita-cita nasionalisme akan tercapai. Berbicara masalah jenisnya, ekonomi terpimpin dibagi menjadi enam jenis, yaitu:
1. Ekonomi terpimpin menurut ideologi komunisme.
2. Ekonomi terpimpin menurut pandangan sosialisme demokrasi.
3. Ekonomi terpimpin menurut solidaroisme.
4. Ekonomi terpimpin menurut faham kristen sosialis.
5. Ekonomi terpimpin berdasar ajaran Islam
6. Ekonomi terpimpin berdasarkan pandangan demokrasi sosial.
Yang pasti dari enam aliran ekonomi terpimpin itu kesemuanya itu menolak adanya kepentingan individu, yang mana kepentingan orang banyak akan terkalahkan oleh kepentingan segelintir orang tersebut. Hal ini justru benar-benar terlihat dari sistem ekonomi liberal yang hanya menguntungkan per-individu saja sedangkan masyarakat banyak yang lebih membutuhkannya malah kenyataannya terabaikan.
Ekonomi Terpimpin dan Nasionalisme.
Pada hakikatnya, adanya konsep ekonomi terpimpin itu disambungkan dengan adanya konsep nasionalisme. Jadi selayaknya ekonomi terpimpin yang paling layak digunakan demi terhubungnya dengan prinsip nasionalisme adalah ekonomi terpimpin yang berdasarkan atas asas sosialisme demokrasi, yang kedua asas ini terkait dengan Pancasila yang berlaku sebagai landasan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Nasionalisme merupakan bentuk atau cerminan dari gerakan yang mana gerakan tersebut memperjuangkan persatuan rakyat dan kesejahteraan rakyat. Nasionalisme lahir pada masa permulaan abad ke-20 sebagai reaksi atau bentuk perlawanan terhadap kolonialisme.
Selain itu nasionalisme juga mempunyai beberapa gagasan yang berguna untuk menentang aksi kolonialisme, yaitu:
Aspek Politik.
Yang bertujuan untuk menghilangkan praktek politik asing yang kurang baik dan menggantinya dengan sistem pemerintahan yang berdaulat kepada rakyat.
Aspek sosial ekonomi.
Yang bertujuan untuk memberantas eksploitasi ekonomi asing dan membangun masyarakat baru yang bebas dari kemiskinan dan kesengsaraan.
Aspek budaya.
Yang bertujuan untuk mengembalikan kepribadian bangsa yang harus disesuaikan dengan perubahan zaman seperti sekarang. Hal ini bertujuan untuk menyaring kelayakan budaya luar negeri yang masuk ke dalam Indonesia yang disesuaikan dengan berbagai macam pandangan-pandangan.
Jadi dengan berbagai penjelasan di atas, tentunya sudah kita lihat bahwa nasionalisme hanya pantas menggandeng dan disandingkan dengan sistem ekonomi terpimpin yang sesuai dengan prinsip-prinsipnya.
Ekonomi terpimpin yang bersifat sosialis bersifat membatasi dalam menyikapi antara keikutsertaan pihak pemerintah dan pihak individu dalam kegiatan ekonominya, keterlibatan adanya campur tangan pemerintah atau negara adalah dibatasi. Sedangkan bagi pihak individu atau pemilik modal juga tidak 100% keberadaannya dimusnahkan. Mereka tetap boleh mempunyai hak untuk bergabung. Hanya saja antara pihak pemerintah dan pihak individu dalam ruang lingkup ekonomi terpimpin sosialis dibatasi. Hal ini diberlakukan hanya untuk mengupayakan terlebih dahulu kepentingan dan kesejahteraan masyarakat banyak.
Menurut Lerner dalam bukunya The Economics of Control, sistem ekonomi terpimpin yang berasaskan sosialis telah memasukkan kedalamnya beberapa dari unsur-unsur ekonomi liberal. Menurutnya ekonomi liberal dan ekonomi sosialis dapat disatukan dan didamaikan menjadi “Welfare Economics”, yaitu sebuah bentuk dari kemakmuran ekonomi. Hal ini telah dipraktekkan di Amerika Serikat dan beberapa negara di Eropa setelah perang dunia I.
Pada sistem ekonomi terpimpin sosialis, ada hal yang harus dilaksanakan. Yang pertama ialah sumber ekonomi yang ada haruslah dikerjakan, supaya tidak adanya terbuka lahan baru untuk pengangguran akan tetapi membuka lahan baru untuk mencipitakan tenaga kerja.
Kedua, membagi hasil pendapatan dengan adil merata tanpa ada jatah hasil pendapatan yang lebih besar dikarenakan pangkat atau derajat. Dengan diterapkannya hal ini, maka kesenjangan sosial atas yang kaya dan yang miskin tidak akan terjadi, semua rakyat akan menikmati hasilnya. Tulisan lain yang ditulis Hatta tahun 1957 yang masih relevan dengan kondisi Indonesia saat ini adalah tentang Kemiskinan dan kesenjangan. Begini waktu itu dia menulis: ".... Miskin tetap miskin dengan tidak ada perspektif. Keadaan masyarakat kita sekarang hanya menyatakan pertentangan hebat antara si kaya dan si miskin . Antara sekelompok manusia yang hidup mewah dengan banyak orang yang tidak berada. Tidak sedikit pula rakyat yang hidup menderita..."
Data Bappenas yang diumumkan baru-baru ini menunjukkan, jumlah penduduk miskin di Indonesia saat ini naik menjadi 49,5 juta orang atau 24,23 persen dari seluruh jumlah penduduk Indonesia. Dari jumlah itu 31,9 juta orang berada di pedesaan dan 17,6 juta orang di perkotaan. Bila dilihat secara geografis maka 59 persen penduduk miskin ada di Pulau Jawa dan Bali, 16 persen di Sumatera, serta 25 persen menyebar di Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.
Kalau dipertanyakan lagi dari keadaan yang terjadi sekarang ini, itu terjadi bukanlah karena Indonesia negara yang miskin. Akan tetapi keadaan ini terjadi karena salahnya kebijakan pemerintah yang diambil. Yang selalu berpihak pada posisi yang kaya, khususnya pada zaman orde baru.
Jadi apa yang diprihatinkan Hatta waktu itu ternyata sampai sekarang masih terjadi dan bahkan seperti telah diumumkan oleh Bappenas, jumlah orang miskin di Indonesia malah naik. Kesetaraan dalam lapisan masyarakat akan dapat diwujudkan, sehingga kesejahteraan di antara kalangan masyarakat akan dapat diraih secara keseluruhan.
Ketiga, bentuk dari pemonopolian dan peng-oligopolian harus dihapuskan dalam kegiatan ekonomi. Karena hanya akan menyebabkan kerugian di salah satu pihak. Dan juga hanya akan menimbulkan eksploitasi yang melampaui batas dan pemborosan ekonomi yang besar pula.
Bentuk Cita-cita Dari Ekonomi Terpimpin dan Demokrasi.
Telah dijelaskan bahwa ekonomi terpimpin adalah suatu sistem ekonomi yang berlandaskan atas nasionalisme dan demokrasi. Menurut master ekonomi Indonesia yaitu Bung Hatta, tujuan ekonomi terpimpin dalam bidang demokrasi ialah negara mampu mencapai kemakmuran bagi hidup rakyatnya. Tiada lagi salah satu rakyat dari suatu negara itu yang tidak mendapatkan kenikmatan dari makmurnya suatu negara itu.
Negara harus lebih mendahulukan kepentingan masyarakatnya terlebih dahulu daripada segelintir individu yang kepentingannya berbeda dengan rakyat. Akan tetapi individu tersebut tidaklah harus mutlak atau murni dihilangkan.
Secara umum cita-cita dari adanya ekonomi terpimpin ada empat, yaitu yang pertama untuk membuka lapangan kerja bagi kesemua lapisan masyarakat. Secara otomatis maka angka pengangguran akan terkurangi bukannya justru menutup lapangan kerja bagi kesemua lapisan masyarakat seperti yang dipraktekkan oleh ekonomi liberal. Intinya tiada lagi angka kemiskinan.
Yang kedua ialah adanya standarisasi hidup yang baik bagi masarakat banyak secara keseluruhan. Artinya dalam hal ini negara telah menjamin hidup masyarakatnya akan lebih baik dan sejahtera, seperti yang telah diidamkan mereka.
Cita-cita yang ketiga ialah semakin berkurangnya ketidaksamaan ekonomi dengan memperata kemakmuran. Dengan ini, negara tersebut akan tumbuh menjadi negara yang maju dan rakyatnya akan mampu mengagungkan nama harum negaranya di dunia internasional.
Cita-cita yang keempat ialah untuk terciptanya keadilan sosial. Sehingga tidak akan ditemukannya lagi ketimpangan-ketimpangan ekonomi dalam kesemua masyarakatnya, sehingga ketidak-adilan pada masa orde baru seperti perhatian terhadap status kekayaan pada seseorang akan terhapuskan. Hal ini jelas-jelas telah menyinggung hak asasi manusia dan tidak layak untuk dijadikan sebagai pegangan.
Harapan saya, Indonesia dalam kegiatan ekonominya mengikuti jejak ekonomi terpimpin. Dan Indonesia dapat berubah menjadi wujudnya yang sejahtera, masyarakat yang ada di dalamnya akan makmur sejahtera dan diakui kesejahteraannya oleh dunia Internasional, sehingga Indonesia tidak gampang diremehkan oleh negara lain seperti sekarang ini, baik dalam hal ekonomi maupun birokrasinya. Selain itu juga dapat mengambil kembali gelar Macan Asia yang sudah sempat terkembang pada zaman pemerintahan orde baru.

REFERENSI
Abdul Hadi WM. Diakses dari the Djalal center
Nugroho SBM, SE, MSP. Harian Suara Merdeka.



2. Ekonomi Pasar


Pasar (ekonomi)


·         Pasar, dalam ilmu ekonomi, adalah tempat bertemunya penjual dan pembeli. Transaksi jual-beli yang terjadi tidak selalu memerlukan lokasi fisik. Pasar yang dimaksud bisa merujuk kepada suatu negaratempat suatu barang dijual dan dipasarkan.
·         Pasar dapat dikelompokkan menjadi 5 jenis, yaitu pasar barang, pasar tenaga kerja, pasar modal, dan pasar luar negeri.
·         Pasar barang menggambarkan pertemuan antara permintaan dan penawaran akan barang. Sebuah perusahaan atau individu dapat beroperasi di pasar barang dengan menawarkan barang hasil produksi atau pula melakukan permintaan akan produk.
·         Pasar tenaga kerja merupakan pertemuan antara permintaan dan penawaran tenaga kerja. Pertemuan ini akan menghasilkan konsep upah dan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Biasanya yang melakukan permintaan adalah badan usaha (perusahaan), lembaga-lembaga, instasi-instasi, atau dapat juga perseorangan, sedangkan yang melakukan penawaran tenaga kerja adalah angkatan kerjayang tersedia di pasar kerja.
·         Pasar uang adalah pertemuan antara permintaan dan penawaran uang. Dalam pasar uang yang ditransaksikan adalah hak menggunakan uang untuk jangka waktu tertentu. Di pasar uang terjadi pinjam meminjam dana, yang selanjutnya menimbulkan hubungan utang piutang. Pihak yang melakukan penawaran uang adalah otoritas moneter (Bank sentral dan pemerintah) dan lembaga keuangan (bankdan bukan bank), sedangkan pihak yang melakukan permintaan adalah masyarakat (rumah tangga dan perusahaan).
·         Pasar modal dalam arti sempit identik dengan bursa efek. Dalam arti luas, pasar modal adalah pertemuan antara mereka yang mempunyai dana dengan mereka yang membutuhkan dana untuk modal usaha. Jika pasar uang lebih memfokuskan pada penggunaan jangka pendek, maka pasar modal lebih memfokuskan pada penggunaan jangka panjang.
·         Pasar luar negeri menggambarkan hubungan antara permintaan dalam negeri akan produk impor dan penawaran ke luar negeri berupa produk ekspor.



SISTEM EKONOMI PASAR (LIBERAL)

System ekonomi pasar dikemukakan oleh Adam Smith yang dimuat dalam bukunya yang berjudul An Inquiry Into the Nature and Causes of the wealth of Nation.

Cirri system ekonomi pasar adalah sebagai berikut :


1.                  Setiap individu bebas memiliki barang dan alat-alat produksi.
2.                   Kegiatan ekonomi di semua sector dilakukan oleh pihak swasta
3.                  Pemerintah tidak ikut campur tangan dalam kegiatan ekonomi.
4.                  Modal memegang peranan penting dalam kegiatan ekonomi.
5.                  Setiap orang diberi kebebasan dalam memakai barang dan jasa
6.                  Semua kegiatan ekonomi didorong oleh prinsip laba.
7.                  Berlakunya persaingan secara bebas.
  Kebaikan system ekonomi pasar adalah :

1.      Adanya persaingan mendorong manusia atau individu untuk terus maju dan bertindak secara efektid dan efisiien.
2.      Tiap-tiap individu bebas memilih pekerjaan yang disukai sesuai dengan minat dan bakatnya.
3.      Produksi didasarkan atas kebutuhan masyarakat.
4.      Kebebasan memilih alat-alat produksi dan modal.

  Keburukan system ekonomi pasar adalah :
1.      Persaingan dapat menyebabkan terjadinya penindasan dan monopoli.
2.       Karena motif memperoleh laba, tiap-tiap individu hanya mementingkan diri sendiri sehingga pemerataan pendapatan sulit dicapai atau tidak merata.
3.      Sulit menghindarkan naik turunnya kehidupan ekonomi sehingga krisis ekonomi lebih mungkin sering terjadi.
4.      Timbulnya dampak imbasan.



3. Ekonomi Sosialis


Ilmu Ekonomi Sosialis adalah bagian dari Ilmu Ekonomi Politik. Ilmu Ekonomi Politik termasuk dalam ilmu-ilmu pengetahuan masyarakat. Masalah yang dijadikan persoalan dalam suatu ilmu pengetahuan penting sekali artinya untuk pekerjaan, penyelidikan, mengajar dan belajar secara ilmiah. Penentuan yang benar dari masalah suatu ilmu pengetahuan mempunyai arti menentukan untuk pelaksanaannya yang berdasar atas ilmu pengetahuan itu.

Ilmu pengetahuan mempunyai fungsi tertentu dalam masyarakat. Tiap peristiwa dan gejala yang timbul dalam masyarakat, sebagai produksi, negara, kesenian, hukum, keluarga, dan sebagainya, berfungsi memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu dari masyarakat. Juga ilmu pengetahuan sebagai suatu gejala dan peristiwa yang timbul dalam masyarakat mempunyai fungsi tertentu pula untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu dari masyarakat.

Ilmu pengetahuan memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat dengan menyelidiki dan menemukan hukum-hukum alam dan hukum-hukum masyarakat yang objektif, yang tidak tergantung pada kehendak dan kesadaran manusia dan menunjukkan dengan cara bagaimana hukum-hukum yang ditemukan itu dapat dipergunakan oleh manusia untuk memenuhi kepentingan-kepentingan dan kebutuhan-kebutuhannya. Demikianlah ilmu pengetahuan itu digunakan oleh manusia sebagai landasan dan dasar guna mengambil tindakan-tindakan sebagai sendi untuk bertindak yang benar.

Dalam menentukan masalah ilmu pengetahuan tidak boleh dilupakan peristiwa-peristiwa dan gejala-gejala yang diperlukan untuk penentuan itu. Ilmu pengetahuan mempunyai hubungan timbal-balik dengan tindakan-tindakan dan pengalaman-pengalaman manusia. Ilmu pengetahuan mencari bahan-bahan penyelidikan dari tindakan-tindakan dan pengalaman-pengalaman manusia atau peristiwa-peristiwa dan gejala-gejala masyarakat lainnya, membuat dalil-dalil umum dari bahan-bahan yang didapatinya, dan mendapatkan didalamnya hal-hal yang seharusnya berlaku, hal-hal yang merupakan hukum-hukum tertentu. Segala yang disebut ilmu pengetahuan bersendikan pada peristiwa-peristiwa nyata, karena jika tidak demikian, maka akan merupakan suatu spekulasi, suatu khayalan atau merupakan penyingkiran kebenaran secara sadar, dan ini adalah bukan ilmu pengetahuan.

Sebaliknya ilmu pengetahuan diperuntukan bagi kepentingan manusia, digunakan sebagai dasar untuk melakukan tindakan-tindakannya dengan benar, secara tidak langsung sebagai penyelidikan-penyelidikan dalam kehidupannya atau langsung sebagai ilmu pengetahuan yang diterapkan (applied science). Jika ilmu pengetahuan tidak dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup manusia, maka ilmu pengetahuan yang demikian itu merupakan pembuangan waktu yang tidak ada gunanya. Demikian maka tidak dapat dipilih dengan sesuka hati masalah suatu ilmu pengetahuan; masalah ilmu pengetahuan itu harus diambil dari kenyataan-kenyataan yang objektif, dari peristiwa-peristiwa yang benar-benar terjadi dari dari gejala-gejala yang sungguh ada.

Ilmu Ekonomi Sosialis sebagai bagian dari pada ilmu Ekonomi Politik dan yang termasuk ilmu-ilmu pengetahuan masyarakat dengan sendirinya akan menggunakan bahan-bahan dalam penyelidikannya langsung dari pada kehidupan masyarakat, ialah kehidupan keekonomian dalam masyarakat yang merupakan suatu kenyataan yang objektif. Sebagai suatu ilmu pengetahuan yang meliputi bidang ekonomi, maka ilmu Ekonomi Sosialis mengambil masalah yang dipersoalkannya, hubungan-hubungan manusia dalam kehidupan keekonomian dalam masyarakat sosialis. Tentu saja kehidupan keekonomian masyarakat sosialis yang akan dibangun tidak akan dapat terpisah dari pada kehidupan keekonomian masyarakat yang lampau dan kehidupan masyarakat yang masih berlangsung. 

Seorang ahli ekonomi bukan seorang insinyur teknik atau seorang agronom (ahli pertanian). Seorang ahli ekonomi dan ahli dalam ilmu pengetahuan ekonomi mempunyai masalahnya sendiri yang khusus bersifat keekonomian. Persoalan keekonomian, jika hanya dilihat dari segi teknisnya, tetapi segi keekonomiannya ditinggalkan, akan mengakibatkan kerugian-kerugian yang besar dalam pelaksanaannya. Seorang ahli ekonomi yang berpendirian, bahwa ilmu ekonomi itu adalah suatu ilmu pengetahuan masyarakat, akan dengan segera dapat menetapkan, bahwa dalam masyarakat yang terpecah-belah dalam macam-macam golongan, pangkal ilmu ekonomi ditentukan oleh kepentingan golongan yang berkuasa dalam masyarakat itu. 

Ahli-ahli ekonomi borjuis mengingkari sifat ilmu ekonomi sebagai suatu ilmu pengetahuan masyarakat, demi untuk golongan kapitalis. Dengan bermacam-macam cara dan alasan yang pseudo-ilmiah (bentuknya ilmiah, tetapi sebenarnya tidak) mereka membelokkan dengan begitu licin penjelasan-penjelasan dan keterangan-keterangan mengenai berbagai masalah umpamanya masalah krisis, masalah pengangguran, masalah kemelaratan dan penderitaan Rakyat dan masalah kekayaan kaum kapitalis, masalah perjuangan kaum pekerja dalam bidang politik, ekonomi dan sosial.

Sebagai contoh kita ambil teori-teori ahli ekonomi borjuis mengenai masalah ”nilai dan harga”. Menurut pendapat mereka ”nilai dan harga barang ditentukan oleh kurangnya atau jarangnya terdapatnya barang itu, jika dibandingkan dengan jumlah keperluan hidup manusia. Keadaan yang demikian ini adalah hukum alam, sehingga manusia tidak dapat berbuat apa-apa terhadapnya”. Tetapi dalam kapitalisme kita semua mengetahui tentang adanya krisis kelebihan produksi, yang membawa akibat turunnya harga barang, sehingga kaum kapitalis segan mengeluarkan barangnya kedalam pasar, karena akan dapat menderita kerugian. Dan ini dikatakan oleh mereka, bahwa mereka ”tidak dapat menjual barangnya”. Dimuka mata Rakyat yang menderita kelaparan dan hidup serba kekurangan kaum kapitalis dengan sengaja memusnahkan sebagian dari pada barang-barangnya, dengan membakarnya atau membuangnya kedalam laut untuk mengurangi jumlah barang yang beredar dalam pasar, sehingga dengan demikian mereka dapat mempertahankan harga yang tinggi. Jadi disini kita melihat, bahwa teori ekonomi borjuis itu tidak segan-segan memutar-balikkan keadaan. Barang-barang yang dapat dengan berlimpah-limpah dimasukkan kedalam peredaran, ditahan atau dibasmi oleh si pemilik kapitalis, dan dikatakan, bahwa barang tidak ada atau sukar didapat. Jadi sebetulnya ”yang kurang atau jarang terdapat” ialah bukan ”barangnya”, melainkan ”pembelinya”, karena si pembeli tidak dapat membayar harga yang tinggi yang dipertahankan oleh kaum kapitalis. Dan inilah oleh kaum ahli ekonomi borjuis dikatakan suatu hukum alam, tetapi yang sebetulnya adalah suatu perbuatan jahat kaum kapitalis untuk mempertahankan harga yang tinggi, sehingga dengan demikian tetap dapat memasukkan keuntungan sebanyak-banyaknya ke dalam sakunya.

Lain lagi teori yang diajarkan oleh Malthus. Ahli ekonomi ini mengajarkan, bahwa kesengsaraan manusia disebabkan karena bertambahnya jumlah kelahiran manusia yang tidak sebanding dengan bertambahnya jumlah alat-alat dan barang-barang untuk memenuhi keperluan hidupnya. Dengan demikian timbullah ketidak-imbangan antara jumlah manusia dengan jumlah barang-barang pemuas keperluan hidupnya. Untuk menghindari ketidakseimbangan ini akan timbul peristiwa-peristiwa diluar kekuasaan manusia, sebagai timbulnya peperangan, bencana-bencana alam, penyakit menular, bertambahnya kejahatan-kejahatan dan yang dapat dilakukan oleh manusia ialah dengan mengadakan ”moral restraint”, artinya tidak akan kawin selama belum kuasa memelihara keluarga serta mengadakan pembatasan kelahiran.

Demikian Malthus sebagai ahli-ahli ekonomi borjuis lainnya membela dan membenarkan pembunuhan besar-besaran yang dilakukan oleh kaum imperialis dengan menimbulkan peperangan dimana-mana, tetapi yang sebetulnya adalah merupakan suatu cara untuk melebarkan dan memperluas pasar dan tempat menjual barang-barangnya dan untuk mendapatkan sumber bahan mentah yang murah bagi perusahaan perindustriannya.

Ahli-ahli ekonomi borjuis lainnya mencoba mengelabui mata dunia dengan bermacam-macam hukum alam, dengan formula ilmu pasti dan teori-teori ilmu jiwa dan mencoba menjauhkan rakyat yang tertindas dari pada perjuangan kerakyatannya. Dengan menepuk dada mereka mengatakan:
”Apakah yang dapat diperbuat terhadap hukum alam yang abadi, terhadap ilmu pasti dan kehidupan kebatinan yang tidak dapat diubah, kecuali menyerahkan diri yang mentah-mentah terhadapnya dan menerima apa adanya? Selamanya keadaan itu akan tetap, tidak akan berubah dan tidak dapat diubah”. Demikian teori-teori-teori yang disebarkan oleh ahli-ahli ekonomi borjuis sebagai suatu ”dogma” kepada rakyat.

Demikian ”ilmu” yang mereka sebarkan itu bukan merupakan suatu pengungkapan dari pada kebenaran, melainkan adalah suatu apologetic, suatu penyembunyian daripada pembenaran. Maka dari itu hanya ilmu pengetahuan sosialislah sebagai suatu ilmu pengetahuan yang timbul dari ilmu pengetahuan golongan yang tertindas yang dapat dengan jelas, tegas dan nyata menentukan, bahwa ilmu Ekonomi Politik itu adalah ilmu masyarakat dan kemudian membangun masyarakat sosialis, dengan mengambil masalah pokoknya ”hubungan masyarakat dalam produksi”.

Dari hubungan produksi ini, ilmu Ekonomi Politik menyelidiki hukum-hukum produksi dan hukum-hukum pembagian benda-benda materil pada macam-macam tingkat perkembangan masyarakat. Produksi dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan benda-benda yang digunakannya untuk memenuhi keperluan hidupnya. Benda-benda itu merupakan makanan, pakaian, perumahan dan benda-benda matril lainnya. Untuk melangsungkan produksi, manusia harus bekerja. Bagaimana sederhananya pun pekerjaan yang harus dilakukan tidaklah menjadi soal, tetapi bekerja haruslah ia. Tanpa bekerja ia tidak akan mendapatkan apa-apa, ia akan musnah dari dunia. Maka dari itu, bekerja adalah suatu keharusan alam, suatu syarat mutlak bagi manusia untuk dapat melaksanakan hidupnya. Tanpa bekerja kehidupan manusia itu sendiri tidak akan mungkin.

Pekerjaan yang dilangsungkan manusia untuk melangsungkan adanya produksi ialah perjuangan menghadapi alam, tidak dengan cara seorang demi seorang, tetapi bersama-sama dengan manusia lainnya, dalam rombongan-rombongan, dalam masyarakat-masyarakat. Demikian sifat produksi itu senantiasa dalam segala keadaan mengandung sifat kemasyarakatan dan kerja itu adalah kegiatan manusia dalam masyarakat.

Proses produksi mengandung tiga faktor: tenaga manusia, sasaran kerja dan alat kerja. Yang disebut tenaga kerja ialah tenaga manusia, jasmaniah dan rohaniah dalam keseluruhannya, yang memberi kemampuan kepadanya untuk bekerja. Kerja adalah kegiatan manusia yang ditujukan untuk merubah dan menyesuaikan segala bahan-bahan yang ada menjadi benda-benda yang dapat dipergunakan untuk keperluan hidupnya. Kerja adalah penggunaan dan sekaligus pengeluaran dan pemakaian tenaga kerja. Tenaga kerja ada pada setiap manusia yang sehat, dalam tenaga otot dan urat syarafnya, dengan segala kemampuannya, pengetahuannya dan kesediaannya yang berkembang padanya pada waktu ia dibesarkan pada masyarakatnya itu. Dengan demikian tenaga manusia itu meliputi bermacam-macam kemampuan dan kesediaan.

Sasaran kerja ialah material yang dengan langsung dikerjakan oleh manusia dan pada pekerjaannya, diubahnya, diberinya bentuk, dicampur-campurkannya, dipisah-pisahkannya dan sebagainya, dan yang kemudian dalam hasil akhirnya digunakannya dalam bentuk diseluruhnya atau sebagian telah diubah. Sasaran kerja dapat berbentuk: (1) Alam sendirinya, umpamanya pertambangan atau pertanian, perburuan, perikanan dan sebagainya, (2) Bahan mentah, ialah bahan-bahan, material yang telah dipisahkan dalam hubungannya dengan alam, tetapi masih dalam keadaan sebagaimana yang di dapat dari alam, umpamanya biji-bijian, batu bara, batu-batu, kulit-kulit hewan mentah, batang-batang kayu dan sebagainya, (3) Barang-barang setengah jadi, ialah material yang telah mengalami pengolahan dan merupakan bahan-bahan untuk dikerjakan menjadi barang pakai, umpamanya bahan-bahan bangunan sebagai rangka baja, besi beton, benang kapas untuk di tenun, kawat-kawat, sekrup-sekrup dan sebagainya.

Alat kerja adalah semua benda yang digunakan untuk mengolah dan merubah sasaran kerja guna dijadikan barang pakai umpamanya perkakas kerja, mesin-mesin, alat-alat pembangkit tenaga listrik, bahan-bahan pembantu, gedung-gedung, meja-meja, kursi-kursi dan sebagainya. Alat kerja adalah alat untuk memperpanjang lengan manusia dalam produksi, memperkuat tenaga tinjunya, menaikkan kehalusan rasa jari-jarinya, mempertajam penglihatan dan pendengarannya. Di antara semua alat-alat, yang terpenting ialah perkakas yang tidak terkira jenis dan jumlahnya yang digunakan manusia dalam perkerjaannya, di mulai dengan perkakas yang dibuat dari pada batu yang kasar yang digunakan oleh manusia-manusia purba hingga mesin yang terbaru. Tingkat perkembangan perkakas produksi ini adalah ukuran derajat perkembangan produksi. Masa-masa dalam perekonomian tidak dibeda-bedakan dengan ”apa yang dihasilkan”, tetapi dengan ”perkakas produksi apa yang digunakan dalam produksi”.

Sasaran kerja dalam alat kerja merupakan alat-alat produksi. Alat-alat produksi itu sendiri jika tidak disatukan dengan tenaga kerja, akan berupa tumpukan benda mati. Maka dari itu untuk dapat di mulai suatu proses kerja, harus dipersatukan tenaga kerja dengan alat-alat produksi. Dan kerja yang telah dipersatukan dengan alat-alat produksi. Dan kerja yang telah dipersatukan dengan alat-alat produksi menjadi kerja produktif.

Perkakas-perkakas produksi yang digunakan untuk menghasilkan benda-benda materil, manusia-manusia yang menggerakan perkakas-perkakas itu dan produksi benda-benda materil yang berjalan karena pengalaman-pengalaman dan kesediaan manusia dalam produksi, merupakan tenaga produktif manusia. Perkembangan unsur-unsur tenaga produktif –perkakas-perkakas produksi dan manusia dengan segala kemampuan dan pengetahuannya– tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.

Perkakas-perkakas produksi itu tidak berkembang dengan sendirinya, tanpa manusia atau tidak lepas dari manusia; tetapi perkembangannya dan perbaikannya dilakukan oleh manusia ialah manusia yang bekerja dalam produksi atau yang pekerjaannya berhubungan dengan produksi. Semua perubahan dan perbaikan perkakas-perkakas produksi berdasarkan pengalaman baru yang didapat dalam waktu manusia berhubungan dengan produksi, dan dalam menggunakan perkakas-perkakas produksi baru itu ia mengembangkan pula kesediaan dan kemampuannya dalam bekerja serta pengalaman-pengalaman baru dalam produksi.

Dari semula produksi itu adalah produksi yang mengandung sifat-sifat kemasyarakatan, artinya produksi benda-benda keperluan hidup itu dilakukan atas dasar kerjasama manusia dengan sesamanya dalam suatu masyarakat, masyarakat besar ataupun masyarakat kecil. Jadi dalam melakukan produksi, dari semula dalam tingkat perkembangannya, manusia itu senantiasa melakukan kerja sama dengan sesamanya dengan cara tertentu dan dengan cara tertentu pula.

Hubungan manusia dalam produksi dengan sesamanya dibedakan menurut sifat-sifatnya yang asasi, ialah: 1. hubungan kerjasama tolong-menolong (gotong-royong) sebagaimana berlaku dalam masyarakat purba sebelum ada perpecah-belahan masyarakat dalam golongan-golongan dan kelas-kelas dan sebagaimana yang menjadi sifat khas masyarakat sosialis, dan 2. hubungan yang didalamnya mengandung pemerasan, penghisapan dan penindasan atas manusia oleh manusia sebagaimana terdapat dalam manusia perbudakan, masyarakat feodal dan masyarakat kapitalis. Hubungan manusia dengan sesamanya dalam produksi yang bersifat timbal balik itu disebut hubungan produksi.

Berhubung dengan adanya perbedaan dalam hubungan produksi, maka dapat ditegaskan disini, bahwa sifat hubungan produksi itu tergantung pada keadaan ”ditangan siapakah milik alat-alat produksi itu berada” (tanah, hutan, perairan, kekayaan bumi, bahan-bahan mentah, perkakas produksi, gedung-gedung perusahaan, alat-alat perhubungan alat-alat pemberitaan dsb), dalam milik perseorangankah, golongan-golongan sosialkah, yang menggunakannya sebagai alat pemeras terhadap kaum pekerja, atau dalam milik masyarakatkah yang menggunakan alat-alat produksi itu untuk memenuhi keperluan hidup seluruh masyarakat, materil dan kulturil, tanpa mengadakan pemerasan dan penghisapan dalam bentuk apapun terhadap kaum pekerja. Hubungan-hubungan produksi yang sedang berlangsung menunjukan, bagaimana alat-alat produksi dan demikian pula benda-benda materil yang dihasilkan dibagi diantara anggota-anggota masyarakat. Dengan ini dapatlah diambil kesimpulan, bahwa bentuk dasar hubungan produksi itu ialah bentuk milik atas alat-alat produksi.

Tenaga-tenaga produktif masyarakat dan hubungan-hubungan produksi tidak dapat dipisahkan satu sama lain, kedua-duanya merupakan suatu kesatuan yang disebut cara produksi. Meskipun suatu kesatuan, suatu keseluruhan daripada suatu cara produksi dan hubungan antara kedua-duanya tetap pengaruh-mempengaruhi, tetapi dalam produksi masing-masing mencerminkan hubungan yang berlainan: ”Tenaga produktif mencerminkan hubungan manusia dengan alam, dan hubungan produksi mencerminkan hubungan manusia dengan manusia dalam proses produksi”.

Produksi mempunyai segi teknik dan segi kemasyarakatan. Dalam segi tekniknya produksi menjadi serapan penyelidikan ilmu-ilmu teknik dan ilmu-ilmu alam: ilmu-ilmu fisika, kimia, metallurgi, ilmu mesin, ilmu pertanian, dan ilmu-ilmu lainnya. Ilmu Ekonomi Politik sebaliknya menyelidiki segi kemasyarakatan daripada produksi, ialah hubungan-hubungan produksi, artinya hubungan-hubungan keekonomian antara manusia.

Tenaga-tenaga produktif dalam produksi adalah unsur-unsur yang terbanyak geraknya dan terrevosioner sifatnya. Perkembangan produksi mulai dengan perubahan-perubahan dalam tenaga-tenaga produktif, terutama dengan perubahan-perubahan dan perkembangan perkakas-produksi. Baru sesudah itu mengikuti perubahan-perubahan yang sesuai dalam bidang hubungan-hubungan produksi. Hubungan-hubungan produksi yang perkembangannya tergantung pada perkembangan tenaga-tenaga produktif sebaliknya berpengaruh aktif atas tenaga-tenaga produktif.

Tenaga-tenaga produktif masyarakat hanya dapat berkembang dengan bebas. Jika hubungan-hubungan produksi sesuai dengan tingkat perkembangan tenaga-tenaga produktif. Pada suatu tingkat perkembangannya, bagi tenaga-tenaga produktif hubungan-hubungan produksi yang berlangsung menjadi sangat sempit, dan terlibatlah tenaga-tenaga produktif itu dalam pertentangan dengan hubungan-hubungan produksi. Karena itu pada suatu saat hubungan-hubungan produksi yang lama akan diganti dengan hubungan-hubungan produksi yang baru yang sesuai dengan sifat dan tingkat perkembangan yang telah dicapai oleh tenaga-tenaga produktif masyarakat. Syarat-syarat materil untuk penggantian hubungan-hubungan produksi yang lama dengan yang baru telah terjadi dan berkembang dalam bentuk hubungan-hubungan produksi yang baru. Hubungan-hubungan produksi yang baru membuka jalan untuk perkembangan tenaga-tenaga produktif.

Dengan demikian dapatlah diambil kesimpulan, bahwa hukum persesuaian mutlak hubungan-hubungan produksi dengan sifat tenaga-tenaga produktif adalah hukum perkembangan keekonomian masyarakat. Dalam suatu masyarakat yang berdasarkan atas milik pribadi atas alat-alat produksi dan atas pemerasan manusia oleh manusia, pertentangan antara tenaga-tenaga produktif dan hubungan produksi ini timbul dalam bentuk perjuangan kelas. Dengan syarat-syarat ini pergantiaan cara produksi yang lama dengan yang baru akan terjadi dengan jalan timbulnya revolusi sosial.

Dalam membicarakan tentang hubungan-hubungan produksi, maka bidang produksi tidak boleh diberi pengertian yang sempit. Sesudah dilakukan produksi, dalam arti penghasilan barang-barang materil dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia, maka dilangsungkan pembagian hasil kepada anggota-anggota masyarakat, dan sesudah pembagian hasil dilakukan pemakaian hasil atau konsumsi. Jadi bidang produksi kehidupan materil masyarakat meliputi semua unsur proses reproduksi masyarakat ialah produksi dalam arti sempit, pembagian hasil (distribusi) dan pertukaran barang, dan pemakaian yang dapat bersifat konsumsi perseorangan atau konsumsi produktif.

Bagian-bagian yang bermacam-macam jenisnya sebagai tersebut diatas merupakan suatu kesatuan, suatu keseluruhan, bagian-bagian yang rapat hubungannya satu sama lain, yang tergantung satu pada yang lain, tetapi yang menjadi pangkal segala gerak adalah senantiasa bidang produksi.

Jelaslah lagi disini untuk mengambil kesimpulan, bahwa Ilmu Ekonomi Politik itu tidak hanya mempersoalkan dalam arti sempit, tetapi mempersoalkan segala segi proses produksi seluruhnya yang merupakan suatu kesatuan: jadi yang dijadikan masalah ialah hubungan-hubungan keekonomian tentang produksi, distribusi, sirkulasi dan konsumsi, yang dalam keseluruhannya termasuk hubungan-hubungan produksi, atau dengan singkat: Ilmu Ekonomi Politik mempersoalkan bentuk-bentuk kemasyarakatan daripada produksi dan pembagian bentuk-bentuk kemasyarakatan, pembagian hasil tergantung pada bentuk-bentuk produksi langsung, jadi akhirnya tergantung pada bentuk-bentuk milik atas alat-alat produksi yang bersifat primer, dengan perkataan lain: hubungan-hubungan produksi menentukan juga hubungan-hubungan pembagian hasil.

Pembagian adalah mata rantai antara produksi dan konsumsi. Sebagai telah disebutkan diatas konsumsi dapat bersifat perseorangan dan dapat bersifat produktif. Konsumsi perseorangan ialah pemakaian langsung daripada barang-barang untuk memenuhi keperluan hidup, umpama: makanan, pakaian, perumahan dan sebagainya. Konsumsi produktif berarti pemakaian alat-alat produksi untuk menghasilkan benda-benda materil. Pembagian benda-benda untuk konsumsi perseorangan tergantung pada pembagian alat-alat produksi. Jika dalam suatu masyarakat alat-alat produksi berada dalam tangan kaum kapitalis, maka hasil kerja juga menjadi milik kaum kapitalis. Kaum pekerjanya yang tidak ikut memiliki alat-alat produksi, untuk tidak mati kelaparan, terpaksa bekerja kepada kaum kapitalis yang memiliki hasil kerja kaum pekerja. Dalam masyarakat sosialis alat-alat produksi menjadi milik masyarakat.

Untuk para ekonomi penting sekali dan besar sekali artinya mempelajari dan mengerti dengan sedalam-dalamnya hubungan antara produksi dengan pembagian hasil. Untuk dapat mengerti suatu susunan masyarakat tertentu, pangkal yang harus diambil adalah hubungan-hubungan dalam produksi, bukan hubungan-hubungan dalam pembagian atau bentuk-bentuk pertukaran.

Banyak ajaran-ajaran ekonomis bojuis mencoba mengembalikan kejahatan-kejahatan dan kesalahan-kesalahan cara produksi kapitalis kepada kekurangan-kekurangan dalam cara pembagian dan tidak kepada cara produksi. Tersebar luas paham kapitalis yang menyatakan, bahwa cara produksi itu senantiasa dan dalam segala masa tetap sama dan bersendikan hukum-hukum abadi dan sifat manusia. Hanya cara-cara pembagian yang berubah menurut jaman.

Semua ajaran-ajaran yang demikian ini tidak lain ialah untuk membawa Rakyat ke jalan yang tidak benar dan untuk membela dan membenarkan sistem perekonomian kapitalis. Ilmu ekonomi sosialis mengungkap sebab yang pokok dari gejala-gejala yang timbul untuk bidang sirkulasi, bidang distribusi, umpamanya: krisis dalam penjualan barang, kekurangan daya beli kaum pekerja dan lain-lain, daripada bentuk-bentuk milik atas alat-alat produksi yang berlaku. Daripada ini dapat diambil kesimpulan, bahwa perubahan masyarakat, penghapusan cara produksi kapitalis dan pembangunan sosialisme harus langsung berpangkal pada produksi dan tidak dapat bertitik tolak pada cara pembagian.

Pemimpin-pemimpin kaum Revisionis dan kaum Sosial-Demokrat-Kanan senantiasa mencoba mengelabuhi kaum pekerja dengan mengatakan, bahwa perubahan cara pembagian dalam kapitalisme dan tindakan-tindakan yang diambil oleh Negara (tentunya Negara kapitalis) dalam bidang pertukaran, akan dapat mengganti pengambilalihan alat-alat produksi oleh kaum pekerja. ”pembagian yang adil” untuk tiap anggota masyarakat akan membawa masyarakat kepada sosialisme. Semboyan inilah yang didengung-dengungkan oleh mereka. Tetapi ”pembagian yang adil” tidak mungkin dapat dijalankan, jika cara produksinya masih bersifat kapitalis, sedangkan kaum pekerja masih menjual tenagakerjanya kepada kaum kapitalis.

Tetapi harus diketahui pula, bahwa pembagian itu tidak hanya bersifaf pasif dalam perekonomian Rakyat. Meskipun cara pembagian itu dalam hukum-hukum dan bentuknya sama sekali bergantung pada hubungan-hubungan produksi, tetapi pembagian itu sendiri mempunyai pengaruh aktif atas produksi. Arti dari pada pembagian tidak boleh diperkecil. Dalam membangun masyarakat sosialis perlu diadakan penyelesaian yang benar dalam masalah pembagian, terutama untuk persoalan-persoalan pokok mengenai pembagian pendapatan masyarakat atas akumulasi dan konsumsi. Pelaksanaan pembagian dana-benda konsumsi menurut jasa-kerja merupakan suatu pendorong terpenting bagi naiknya produktifitas-kerja. Maka dari itu penting pula mempelajari hukum-hukum keekonomian dan persoalan tentang pembagian.

Ilmu Ekonomi Politik adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat gejala-gejala keekonomian, menyelidiki dengan mendalam hingga inti gejala-gejala keekonomian itu, ialah gejala-gejala yang tidak terkira jumlah dan jenisnya dan yang mempunyai bentuk-bentuk khusus serta mengandung proses-proses teratur didalamnya. Sebagai semua, gejala-gejala kehidupan, juga dalam perkembangan hubungan-hubungan produksi terdapat hukum-hukum tertentu. Sebagaimana perkembangan alam, juga perkembangan masyarakat manusia bukan suatu gejala yang kebetulan, tetapi semua berjalan dengan ketentuan menurut hukumnya. Hukum-hukum keekonomian merupakan hubungan hakiki yang objektif, tidak tergantung pada kehendak manusia dan yang terkandung dalam hubungan-hubungan produksi. Dari itu dapatlah dipastikan bahwa Ilmu Ekonomi Politik itu adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hukum-hukum produksi masyarakat atau hukum-hukum keekonomian. Sebagai ilmu pengetahuan masyarakat maka Ilmu Ekonomi Politik itu juga mempunyai bahan-bahan penyelidikan yang objektif sebagai ilmu-ilmu alam.



4. Ekonomi Pancasila 


Ciri-Ciri Sistem Ekonomi Pancasila Di Indonesia - Belajar Sambil Browsing Internet

Sistem Ekonomi Pancasila memiliki empat ciri yang menonjol, yaitu :
1.      Yang menguasai hajat hidup orang banyak adalah negara / pemerintah. 
Contoh hajad hidup orang banyak yakni seperti air, bahan bakar minyak / BBM, pertambangan / hasil bumi, dan lain sebagainya.
2.      Peran negara adalah penting namun tidak dominan, dan begitu juga dengan peranan pihak swasta yang posisinya penting namun tidak mendominasi. Sehingga tidak terjadi kondisi sistem ekonomi liberal maupun sistem ekonomi komando. Kedua pihak yakni pemerintah dan swasta hidup beriringan, berdampingan secara damai dan saling mendukung.
3.       Masyarakat adalah bagian yang penting di mana kegiatan produksi dilakukan oleh semua untuk semua serta dipimpin dan diawasi oleh anggota masyarakat.
4.      Modal atau pun buruh tidak mendominasi perekonomian karena didasari atas asas kekeluargaan antar sesama manusia.
Tambahan :
Dalam sistem ekonomi pancasila perekonomian liberal maupun komando harus dijauhkan karena terbukti hanya menyengsarakan kaum yang lemah serta mematikan kreatifitas yang potensial. Persaingan usaha pun harus selalu terus-menerus diawasi pemerintah agar tidak merugikan pihak-pihak yang berkaitan.




No comments:

Post a Comment